Dr. Rusdianto Sesung, SH, MH saat mempertahankan disertasinya dihadapan Panitia Ujian Terbuka Doktor Program Doktor Ilmu Hukum FH Unair pada Kamis, 11 Agustus 2016. |
Dr. Rusdianto Sesung, SH, MH menjadi doktor ke-300 Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (Unair) sekaligus doktor termuda lulusan FH Unair juga sebagai doktor termuda yang dimiliki Universitas Narotama (UNNAR). Gelar tersebut disematkan setelah Rusdianto Sesung mempertahankan disertasi yang berjudul “Prinsip Kesatuan Hukum Nasional Dalam Pembentukan Produk Hukum Pemerintahan Daerah Otonomi Khusus Atau Istimewa” dihadapan Panitia Ujian Terbuka Doktor pada Kamis, 11 Agustus 2016. Rusdianto Sesung dinyatakan lulus pada Program Doktor Ilmu Hukum FH Unair dengan predikat Cumlaude dalam usia 28 tahun.
Dr. Rusdianto Sesung, SH, MH berhasil mempertahankan disertasinya dihadapan 10 (sepuluh) orang penguji dalam sidang yang dipimpin oleh Nurul Barizah, SH, LL.M, Ph.D (Plt Dekan FH Unair) beserta Tim Promotor, Prof. Dr. Tatiek Sri Djatmiati, SH, MS (Promotor), Dr. Emanuel Sujatmoko, SH, MS (Kopromotor I), dan Dr. Sukardi, SH, MS (Kopromotor II). Sidang terbuka tersebut juga dihadiri oleh Presiden UNNAR H.R. Djoko Soemadijo dan Rektor UNNAR Hj. Rr. Iswachyu Dhaniarti DS, ST, M.HP.
Dalam disertasinya, dosen Fakultas Hukum UNNAR tersebut menyampaikan bahwa bangsa Indonesia dibangun diatas keberagaman dan kemajemukan suku, budaya, dan agama, namun menghendaki adanya persatuan. Hal tersebut merupakan suasana kebatinan (geistlichen hintergrund) bangsa Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan Sila Persatuan Indonesia. Persatuan (unity) tidak sama dengan kesatuan (union), sehingga keberagaman menjadi alat pemersatu bangsa, tetapi bukan untuk dijadikan satu.
“Atas adanya keberagaman itu, maka bentuk, luasan, dan isi otonomi tidak boleh diseragamkan (assymmetrical decentralization), hal itulah yang menjadi ratio legis Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 yang mengakui dan menghormati satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa,” papar Staf Ahli DPRD Provinsi Jawa Timur itu dalam menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, SH, MH, selaku anggota tim penyanggah.
Pemerintah Pusat tidak boleh menyeragamkan tolok ukur dan mekanisme pengawasan produk hukum pemerintahan daerah otonomi khusus atau istimewa dengan produk hukum pemerintahan daerah biasa. Sebagai solusinya, Rusdianto Sesung menyampaikan teori temuannya, yakni teori Pertanggaan Norma Hukum Eksklusif sebagai tolok ukur pengawasan dan menawarkan konsep pengawasan sebagaimana yang diterapkan pada pengawasan Act of Aland di Finlandia, tentunya setelah dimodifikasi yang disesuaikan dengan sistem ketatanegaraan Indonesia.
sumber : https://www.narotama.ac.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar